18 Juni 2010

Bisnis Air Minum di Blora
'Jemput Bola', Air Mengalir Sampai Jauh

Bisnis air di Blora cukup menjanjikan. Susahnya mencari sumber mata air jernih di wilayah Kabupaten Blora menjadikan potensi usaha di per-airan berpeluang besar. Diperkirakan akan bertahan cukup lama. Apalagi air menjadi kebutuhan vital. Kini, air kesehatan juga tengah membidik.

TRUK tangki itu berjalan perlahan ketika sampai di Kilometer 6,5 dari Blora arah Cepu. Berhenti tepat di depan pengisian air galonan Lqua di samping Kantor BKK Jepon. Seorang krunya turun dan mengulur selang menuju belakang instalasi pengisian air galonan. Di sana ada tangki berukuran besar warna kuning yang terbuat dari bahan fiberglass. Volume tangki mencapai 5 ribu liter.

"Masih ada tangki yang kecil. Ada dua. Masing-masing seribu liter. Jadi total tangki yang saya miliki ada 7 ribu liter," kata Frida Darmawan, pemilik pengisian air galonan Lqua.


Truk tangki itu volumenya tak mencapai 7 ribu liter. Hanya 6.500 liter. Jadi tak akan memenuhi tangki-tangki yang dimiliki Lqua. Asal sumber mata air yang dibawa truk itu dari Gunung Lawu.

"Biasanya ini akan habis 4 hari. Jadinya saya minta pengisian 4 hari sekali," kata Frida.

Dalam 4 hari itu, pengisian air minumnya Frida bisa mengisi sedikitnya 350 galon. Per galonnya berisi 19 liter. Harganya hanya Rp 3 ribu. "Sehari bisa laku terjual 85 galon," kata Frida.

Daerah sebaran penjualan air minum meluas hingga ke pelosok-pelosok desa. Mulai dari desa Puledagel Kecamatan Jepon ke utara, hingga Kecamatan Bogorejo.

"Bisnis seperti ini tak cukup hanya duduk menanti pembeli datang. Kita harus jemput bola. Mengantar air ke kios-kios atau toko-toko kecil di desa-desa. Kalau hanya menjemput bola, jangan harap bisa besar," ujarnya.

Di Jepon, setidaknya ada 7 stasiun pengisian air minum galonan. "Tapi saya lihat hanya 3 yang gerakannya cukup agresif, termasuk saya. Ada satu yang sama-sama memulai bisnis ini, tapi ia cukup pasif. Jadinya ribuan liter air yang ada di tangki habisnya bisa mencapai setengah bulan," kata bapak dua anak ini.

Frida memulai bisnis ini sejak satu setengah tahun silam. Ketika itu ia memutuskan untuk pulang kampung dari perantauannya di Jakarta. Berbekal modal yang cukup, ia lantas banting stir menekuni bisnis stasiun pengisian air minum. "Belum ada setahun sudah cukup balik modal," katanya.

Membeli instalasi pengisian seharga lebih Rp 25 juta, Frida awalnya hanya memiliki 50 galon. Ia lantas menggunakan sistem pinjam. Setiap pelanggannya tak perlu membeli galon. Cukup mengisi air di tempatnya. "Sekarang galon yang saya punya hampir 900-an. Kuncinya satu: jangan pasif. Harus aktif jemput bola," saran Frida.

Gerakan jemput bola yang dilakukan Frida sepertinya sama yang disarankan pebisnis air lainnya. Apalagi seperti air minum Oxy dan Axogy. Lebih-lebih dua merk ini tidak hanya melakukan pemasaran konvensional, namun juga menggunakan sistem Multi Level Marketing (MLM). Andi, salah seorang distributor air kesehatan Axogy di Blora mengakui belum maksimalnya daya tekan produk Axogy ke pasar karena belum ada gerakan strategi jemput bola. Apalagi Axogy tergolong produk baru.

"Kita masih belum gencar melakukan perkenalan produk ini ke pasar," katanya.

Dengan harga jual diatas rata-rata stasiun pengisian air minum, galonan Air Axogy dikatakan Andi memerlukan gerakan masif untuk meluaskan pangsa pasar.

"Di kita, satu galon bisa mendapatkan 4 galonan air biasa. Jadi bidikan pasarnya sudah berbeda. Karena kita tergolong air kesehatan. TDS kita rendah. Dibawah 5," kata Andi.

TDS kependekan dari Total Dissolve Solid. Merupakan satu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui kadar zat anorganik (termasuk logam berat) dalam larutan air. Satuannya miligram per liter, atau part per million (ppm). Jika disebutkan 5, artinya 5 miligram per liter.

Berdasarkan standar Departemen Kesehatan RI, air mineral yang diperkenankan untuk diminum, TDS-nya mencapai 1000 mg/liter. Artinya dalam satu liter air, kandungan zat anorganiknya setara 1 gram. Standar ini diatas toleransi badan pengawasan makanan Pemerintah Amerika Serikat yang standarnya 250 mg/liter. Sementara standar untuk air minum yang dimurnikan (purified drinking water) dibawah 10 mg/liter.

Air minum Axogy, dikatakan Andi TDS-nya bahkan ada yang mencapai 1 mg/liter. "Tergantung dari sumbernya. Kalau di Blora ini susah sekali mencari sumber mata air yang bisa diturunkan TDS-nya hingga di bawah 10. Sehingga Axogy tidak berani membuka instalasinya di sini. Terlalu besar ongkos investasinya," kata Andi.

Instalasi Axogy terdekat ada di Rembang. Ada juga di Purwodadi. 

Axogy bukan satu-satunya pemain air minum yang membidik pasar peduli kesehatan. Jauh sebelumnya telah ada Oxy. Sayangnya, seperti dikatakan Titik Suwarti, stockist Oxy di Blora, ada penurunan pangsa pasar air minum di Blora. "Karena kita tidak menggunakan pemasaran konvensional. Murni melalui jaringan MLM. Sementara saya sendiri sekarang jarang aktif mengembangkan jaringan ini karena fokus jadi pengajar," ujar Titik yang juga seorang Kepala Sekolah disalah satu SD di Kecamatan Bogorejo.

Berbeda dengan Axogy yang melayani galonan, Oxy lebih memilih botolan dalam kemasan 388 mililiter. Dengan harga jual Rp 6 ribu per botolnya, sepertinya sulit menembus pasar air minum di Blora. Kendati demikian, potensi pasar air minum di Blora masih cukup luas. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 900 ribu hingga ke pelosok-pelosok desa dan kepedulian akan kesehatan, bisa jadi bisnis air minum akan mengalir sampai jauh. (*)

0 comments:

Posting Komentar