12 November 2009

Menarik Benang Merah Rentetan Peristiwa yang Menimpa KPK (Bagian 3-Habis)
Dari Banjaran Hingga Masaro Sampailah ke Century

Merentang waktu peristiwa-peristiwa yang melibatkan pimpinan KPK. Adakah invisible hand yang sulit tersentuh?

Catatan: GATOT ARIBOWO

SEMUANYA bermula dari laptop Antasari Ashar (AA). Penyitaan laptop milik AA mengungkap rekaman antara AA dengan Anggoro Wijaya di Singapura. Laptop disita untuk mencari bukti tambahan keterlibatan AA atas pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen, Direktur PT Putera Rajawali Banjaran. Tahu-tahunya polisi dapat rekaman testimoni Anggoro ke AA yang disampaikan dalam pertemuan di Singapura. Isinya menyentak polisi. Ada uang suap yang jumlahnya miliaran ke pejabat dan pimpinan KPK, antara lain ke Chandra M Hamzah, Bibit Samad Riyanto dan M Yasin.

Dalam keterangannya usai diperiksa Tim 8, AA menyatakan, dirinya dimintai polisi untuk membuat testimoni. Ia lalu disodori polisi untuk melengkapi administrasinya hingga menjadi sebuah laporan polisi (LP). Pernyataan AA ini jelas bertolak belakang dengan pernyataan Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri dihadapan Komisi III DPR RI.

“Ini ada LP-nya, Pak. Atas niat pak Antasari sendiri. Testimoni yang dibuat 15 Mei kita abaikan. Karena tidak kuat (secara yuridis). Lalu 6 Juli Pak Antasari membuat LP,” kata BHD, Kamis lewat tengah malam, pekan lalu.

Dua bulan sebelumnya, tepatnya pertengahan Maret 2009 Nasruddin Zulkarnaen ditembak mati. Akhir April, AA ditetapkan sebagai tersangka utama. Selain AA, polisi juga menetapkan tersangka Bos Surat Kabar Rakyat Merdeka Sigit Haryo dan Komisaris Besar Polisi Wiliard Wizar.

Lima belas hari berlalu setelah ditahan, AA membuat testimoni dari pertemuannya dengan Anggoro. Pertemuan ini dilakukan sekitar Oktober 2008, saat AA masih menjabat Ketua KPK. Anggoro melaporkan ke Antasari kalau dirinya telah menyerahkan sejumlah uang ke pimpinan-pimpinan KPK.

Dalam keterangan pers-nya usai di periksa Tim 8, AA mengatakan, ia berani berangkat ke Singapura karena ada yang memberi informasi adanya dugaan suap dan pemerasan yang dilakukan unsur pimpinan KPK.

“Saya tidak yakin, bahkan sampai kini, bahwa pejabat dan pimpinan KPK melakukan pemerasan dan menerima uang suap. Karena itu saya berangkat ke Singapura untuk mendengarkan testimoni Anggoro. Saya pun tetap tidak percaya apa yang dikatakan Anggoro. Lalu saya dipertemukan Ary Muladi di Malang, sepulang dari Malaysia. Itupun saya tetap belum percaya,” katanya saat diberi kesempatan Tim 8 untuk bicara ke publik melalui televisi.

Belakangan diketahui, info yang masuk ke AA berasal dari Edi Sumarsono, teman dekat AA yang merupakan seorang wartawan. Edi sendiri diindikasikan kerap menjadi markus (makelar kasus). Edi juga yang mengajak AA ke Singapura dan Malang untuk mencari bukti-bukti adanya pemerasan dan suap yang melibatkan pimpinan KPK.

Nama Edi diketahui saat rekaman penyadapan KPK atas Anggodo diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi minggu lalu. Penyadapan dilakukan KPK antara tanggal 23 Juli hingga 10 Agustus 2009. Didalam rekaman juga muncul nama-nama pejabat hukum. Mulai dari Wisnu Subroto, mantan Jam-Intel Kejagung dan Abdul Hakim Ritonga, Wakil Jaksa Agung yang telah mengundurkan diri. Yang masih misteri adalah nama Ong Yuliana Gunawan.

Nama yang disebut terakhir ini dalam rekaman sempat mencatut RI1 dan penutupan Komisi Pemberantasan Korupsi. Siapa itu Ong Yuliana? Hingga sekarang masih misteri. Ada yang menyebut, dia tukang pijitnya Anggodo. Pernah telibat kasus Narkoba di Surabaya dan Yogyakarta.

Tapi suaranya Ong Yuliana jelas ada. Berarti orangnya juga ada. Sayangnya, polisi belum menggubris rekaman penyadapan ini karena masih tetap berkonsentrasi dengan kasus Chandra dan Bibit.

Anggodo sendiri hingga kini masih bebas melenggang. Padahal dalam rekaman ia jelas merasa senang atas kemenangannya dengan mampu membuat Bibit dan Chandra menjadi tersangka. Bahkan dalam rekaman disinggung satu kalimat yang hendak membunuh Chandra.

Rekaman Anggodo juga kerap menyebut kata kronologis. Seperti hendak membuat rentetan peristiwa dengan tanggalnya. Belakangan, Edi Sumarsono dalam wawancara dengan TV One menyebut, kalau ada skenario dalam pemberkasan Berita Acara Pemeriksaan di penyidik Polri.

“Saya diminta Anggodo untuk mengaku ke polisi mengenal Bibit maupun Chandra. Jelas saya tidak mau, karena saya memang tidak mengenal dua orang tersebut,” katanya.

NAMA ANGGORO menyeruak setelah KPK mengungkap dugaan suap yang melibatkan Yusuf Erwin Faisal, yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR RI. Yusuf terlibat dalam alih fungsi lahan untuk Pelabuhan Tanjung Api Api di Sumatera Selatan. Saat KPK menggeledah kantor PT Masaro milik Anggoro, ditemukan barang bukti yang dikaitkan dengan dugaan suap untuk proyek revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan. Nama MS Kaban, Menteri Kehutanan saat itu disebut-sebut terlibat menerima uang suap. Tapi dibantah keras oleh MS Kaban.

Penggeledahan dilakukan sekitar Oktober 2008. Dalam rentang waktu 5 bulan kemudian, Nasruddin ditembak mati. Kurang dari 2 bulan, polisi telah mampu mengungkap pelaku lapangan dan orang-orang yang diduga sebagai dalang.

Mudahnya polisi mengungkap pelaku disebabkan jejak-jejak yang seolah sengaja ditinggalkan pelaku. Seperti plat nomor kendaraan yang tidak diganti.

Jika ini dilakukan oleh pembunuh profesional, pastinya tidak akan ada satupun jejak yang akan ditinggal. Sayangnya, pembunuhan Nasruddin seperti dilakukan untuk nantinya mengarah ke satu orang, dan ternyata itu tertuju ke Ketua KPK.

Dalam keterangan pelaku ekskutor lapangan diketahui bahwa ekskutor didoktrin sedang menjalankan tugas negara. Bahkan dijanjikan akan dijadikan anggota Badan Intelijen Negara (BIN) jika penugasan selesai.

Wiliardi Wizar sendiri, dalam persidangan yang digelar Selasa kemarin menyebut adanya tekanan yang dilakukan penyidik saat pemberkasan. Ia juga mengemukakan adanya skenario untuk memojokkan AA.

DITENGAH-TENGAH berjalannya kasus pembunuhan Nasruddin yang melibatkan AA, KPK sedang mencurigai petinggi Polri sedang bermain dengan Bank Century. Bibit Samad Riyanto saat masih aktif menjabat pimpinan di KPK menyatakan, tengah menyelidiki keterlibatan petinggi Polri berinisial SD. Disebut-sebut, inisial itu adalah Susno Duadji, Kabareskrim Polri.

Pernyataan Bibit ini menguatkan kecurigaan Susno atas penyadapan yang menimpa dirinya. Susno memang tak menyebut langsung bahwa KPK-lah yang menyadap dirinya. Namun, “ada pihak yang menyadap telepon saya,” kata Susno.

Sadap-sadapan inilah yang kemudian memunculkan istilah Cicak Buaya.

“Saat itu ada wartawan yang bertanya. ‘Jadi bapak sudah tahu disadap?’ Saya bilang, ya saya tahu. Lalu wartawan itu bilang, ‘waah, berarti alat Bareskrim canggih dong.’ Ya saya lalu bandingkan, kalau di ruangan saya ada aquarium yang isinya cicak, berarti perbandingannya apa ya? Kalau saya bandingkan dengan iguana, tidak mungkin. Lalu reserse saya bilang, buaya. Jadilah saya pakai perbandingan cicak-buaya,” jelas Susno dihadapan Komisi III DPR RI.

Dilain pihak, polisi saat itu tengah menangani kasus AA yang dijerat dengan 340 KUHP, tentang pembunuhan berencana. Dari situlah lantas polisi mulai melebarkan ke pimpinan-pimpinan KPK lainnya yang berawal dari testimoni dalam laptop AA.


(selesai)

---Artikel ini dimuat di Harian Bintang Papua---

0 comments:

Posting Komentar