12 November 2009

Menarik Benang Merah Rentetan Peristiwa yang Menimpa KPK (Bagian 2)
Buaya Tercebur ke Sungai

 
Dalam sejarah hukum Indonesia, baru kali ini kasus hukum prosesnya dibuka blak-blakan ke publik melalui media. Siapa membohongi siapa?

Catatan: GATOT ARIBOWO

DARI mana munculnya istilah Cicak Buaya? Mengapa saya berani mengatakan buaya tercebur ke sungai? Jawaban pertanyaan terakhir dari saya adalah kecerobohan polisi dengan menetapkan tersangka kepada dua pimpinan non aktif KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, tanpa terlebih dulu menemukan sosok Yulianto.
Memang, munculnya nama Yulianto ini terlambat. Penetapan tersangka terhadap 2 dari 5 pucuk pimpinan KPK ini memang lebih duluan dari BAP kedua Ary Muladi yang menyatakan ia memberikan uang dari Anggodo ke Yulianto, bukan ke Bibit dan Chandra.
Namun, jika saya gambarkan suatu benteng yang di sebelah dalam di balik pintu gerbangnya ada sungai, Ary Muladi adalah pintu gerbangnya. Sementara Yulianto adalah jembatan yang membentang di atas sungai tersebut. Sedangkan Ade Raharja, Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah jalan di dalam benteng sebelum masuk sampai istana yang didiami Bibit dan Chandra.

Sayangnya, dari pintu gerbang polisi langsung menunjuk istana yang menerima uang suap.

“Ini adalah lompatan logika yang tak bertanggung jawab,” ujar Alexander Lay, salah satu dari tim pengacara Bibit dan Chandra.

Bukti-bukti yang didapatkan polisi adalah dari kesaksian Ary Muladi. Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri (BHD) dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI membawa bukti-bukti berupa catatan telepon yang dilakukan Ary Muladi ke pejabat-pejabat di KPK.

“Ada bukti-buktinya, berapa kali telepon dilakukan yang bersangkutan (Ary Muladi) ke pejabat-pejabat KPK. Yang bersangkutan juga kerap datang ke KPK. Ada sekitar 6 kali,” kata BHD.

BHD di depan Komisi III DPR RI juga mengungkap bukti adanya mobil KPK yang masuk ke Bellagio Residance, Pasar Festival dan Plaza Senayan. Ditempat yang sama ditemukan juga mobil yang dikendarai Ary Muladi.

“Bukti-bukti itu ada,” tegas BHD.

Sementara bukti yang dimiliki polisi bahwa Ary Muladi sering datang ke KPK mental oleh keterangan Ary ke wartawan yang menyatakan hanya sekali datang ke KPK. “Saya datang hanya sekali untuk mengantar surat keterangan Anggoro tidak bisa memenuhi panggilan KPK karena sakit,” kata Ary.

Kalaupun benar Ary pernah datang ke KPK lebih dari sekali atau sebanyak yang Kapolri katakan, apakah layak diambil kesimpulan bahwa Ary datang ke KPK bertemu dengan Bibit maupun Chandra? Sementara Bibit dan Chandra telah menyatakan sama sekali tidak mengenal Ary Muladi.

“Saya sekalipun tidak pernah menerima uang, baik langsung maupun tidak langsung, dari Ary Muladi, atau siapapun yang dimunculkan. Bahkan mengenal saja tidak. Demi Allah,” ucap Bibit Samat Riyanto dalam sebuah kesempatan jumpa pers.

Selain Bibit, sumpah pun diucapkan M Yasin yang namanya juga disebut-sebut menerima uang suap Rp1 miliar. “Demi Allah, saya tidak pernah menerima uang suap,” sumpah M Yasin di Stasiun Televisi TV One.

CHAIRUL Imam, mantan Direktur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejaksaan Agung yang pernah mengetuai penanganan kasus Korupsi Mantan Presiden Soeharto menyatakan di TV One, bukti yang diajukan Kejaksaan Agung dan Polri barulah berupa petunjuk. “Bukan bukti material. Tidak bisa membuktikan adanya trasfer uang,” katanya.

Sayangnya, Polisi maupun jaksa tetap bersikukuh dengan bukti-bukti yang didapat dari keterangan Ary Muladi. Dua institusi hukum ini berkeyakinan Ary Muladi sebagai saksi kunci. Dua institusi inipun percaya bahwa keterangan Ary Muladi, baik ke Tim 8 hari Sabtu pekan lalu maupun ke publik melalui Metro TV satu hari sebelumnya, adalah palsu.

“Apa yang disampaikan Ary Muladi itu palsu,” kata Susno Duadji, Non Aktif Kabareskrim Mabes Polri dalam kesempatan wawancara dengan Metro TV hari Sabtu pekan lalu.

BHD pun menguatkan pernyataan tentang Ary dihadapan Komisi III DPR RI dengan, “dari tes kebohongan yang dilakukan tim, bahwa berkas yang pertama itulah yang benar.”

Ary Muladi memang sempat membuat keterangan berbeda dalam 2 Berita Acara Pemeriksaan. Dalam pemberkasan BAP yang pertama, Ary mengaku mengenal Chandra dan Bibit, lalu menyerahkan uang masing-masing RP 1 miliar dan Rp 1,5 miliar.

“Saya tak bisa tidur setelah pemberkasan BAP pertama itu. Saya seperti mengingkari nurani saya. Saya tak pernah mengenal Pak Bibit maupun Pak Chandra, tapi kenapa saya berbohong,” kata Ary Muladi dalam jumpa pers-nya usai diperiksa Tim 8, Sabtu pekan lalu.

Ary lantas mencabut BAP (Berkas Acara Pemeriksaan) yang pertama dan membuat BAP kedua yang isinya: uang Rp5,1 miliar yang diterima dari Anggodo diberikan ke Yulianto.

“Lalu dimunculkanlah nama ‘Yulianto’. Saat kita tanya, rumahnya di mana, dia tidak bisa menunjukkan. Berapa nomor teleponnya, saat kita hubungi, ternyata orang lain yang ada di Surabaya,” jelas BHD di Komisi III DPR RI.

BHD berkeyakinan bahwa Yulianto adalah nama fiktif yang dimunculkan Ary Muladi. Namun Ary dalam jumpa pers-nya mengungkapkan sosok Yulianto. “Kulitnya putih, tapi bukan Chinese. Muka pribumi, kulit bersih, badannya atletis. Saya mengenal sejak tahun 1998 atau 1999, saya tidak ingat pasti. Tapi antara tahun-tahun itu. Tinggalnya di Surabaya, Dharmahusada Indah.”

Seperti dilansir vivanews.com, Pengacara Ari Muladi, Sugeng Teguh Santoso yang ditemui di Pengadilan Negeri Denpasar, Senin kemarin, mengatakan, Yulianto memang bukan tokoh rekaan. Kliennya, Ary, bahkan sempat bertemu dengan Yulianto pada Maret 2009 lalu di Hotel Crowne, Jakarta.

"Di check in list booking atas nama Yulianto. Seharusnya polisi bisa cek kalau itu bukan nama rekaan. Klien saya terakhir kontak dengan Yulianto Juni, kalau ketemu langsung bulan Maret di Crowne," katanya.

Petunjuk keberadaan Yulianto lainnya, kata Sugeng, juga semakin jelas bahwa dia pernah tinggal di Perumahan Dharmahusada Indah. "Dikatakan bahwa memang ada nama itu di perumahan itu, rekening atas nama Yulianto, kemudian juga dilacak bahwa rumah itu sudah dijual dua tahun lalu atas nama istrinya," kata dia.

Sedangkan rekening listrik dan telepon atas nama Yulianto baru diubah satu bulan lalu. "Ini harus didalami karena pastinya ada orangnya dan wajahnya juga ada," kata dia.

(bersambung ke bagian 3 - klik disini)
---artikel ini diterbitkan di Harian Bintang Papua---

0 comments:

Posting Komentar