15 Agustus 2011

Bad Sector Untuk Koruptor

DALAM dunia IT ada istilah bad sector. Istilah ini dipakai ketika ada kerusakan hardisk yang beberapa bagian (sector) tak bisa lagi diperbaiki. Bagian ini sudah tak bisa digunakan untuk baca (read), apalagi tulis (write). Intinya: rusak.

Secanggihnya lulusan IT jebolan top markotop pun tak akan bisa memperbaiki bagian yang rusak ini. Bisanya dibuang, tak digunakan. Konsekuensinya: ada penyempitan ruang hardisk. Kapasitas 1 terabyte, misalnya, bisa jadi 0,9-nya. Tergantung berapa luas yang mengalami kerusakan.


Istilah kedokteran yang mirip tindakan diperlukan atas bad sector ini adalah amputasi. Potong bagian yang tak bisa dipakai dan berdaya guna itu. Lalu dibuang. Khawatirnya, bagian yang rusak ini akan mempengaruhi bagian-bagian lainnya. Tindakan yang perlu diambil: di-badsector-kan.

Hebatnya, dua tindakan dalam dunia berbeda itu ialah: tegas dan pasti. Dunia IT tak mengenal toleransi. Adanya true atau false. Benar atau salah. Tak ada wilayah abu-abu. Karena bilangan biner IT hanya mengenal angka 0 yang merujuk pada false, dan 1 yang merujuk pada true.

Sementara medis, untuk hal lain bisa terjadi toleransi, tapi khusus amputasi tak ada keputusan seorang dokter yang ragu melakukannya jika memang itu sebaik-baiknya yang harus dilakukan demi kesembuhan pasien.

Bad sector itu ibarat racun. Dibiarkan, akan menjadikan lainnya turut rusak. Mudah menular, dan menjalar tanpa kenal hitungan lama. Bisa-bisa 0,9 sisa dari 1 tera yg tak terinfeksi bad sector tadi makin berkurang. Itulah sadisnya bad sector.

Sayangnya, tindakan yang diambil untuk bad sector ini kurang laku dalam pemberantasan korupsi. Toleransi sering dijadikan alat untuk melegalisasi kejahatan yang menjadikan Indonesia terpuruk. Apalagi ketika yang melakukan kejahatan masih istrinya, kerabatnya, saudaranya, atau temannya.

Memaafkan koruptor, seperti yang pernah diwacanakan seorang Ketua DPR RI menjadi contoh kasat mata masih adanya sifat toleran negara ini terhadap kejahatan korupsi. Kejahatan ini tak lagi dianggap racun yang bisa menular dari generasi ke generasi. Akibatnya bisa fatal, menjalar ke seluruh tubuh dan menjadikan laku korup merupakan permakluman dan kewajaran. Membentuk mental dan watak, yang akhirnya ber-metamorfosis dalam kehidupan sosial, menjadi budaya.

Apakah sudah separah ini yang terjadi saat ini?

Jika mental korup dan watak penyuap dalam satu generasi di suatu negara mau diumpamakan bad sector dalam seunit hardisk, tentu akan ada tindakan yang dimbil untuk mengatasi agar kerusakan hardisk tak semakin parah. Meng-amputasi bagian yang mengalami kerusakan tak lagi toleran, meski ada data penting dalam bagian yang perlu dipotong itu.

Berpikirnya: ada satu generasi dari kehidupan negara itu yang mengalami kerusakan. Mereka penyebar virus yang bisa menular ke generasi lainnya. Mereka menjadi racun yang dapat menjalar ke generasi berikutnya. Jika ini tak diamputasi, generasi-generasi yang menjadi bagian dari negara itu akan terjangkit virus mental korup dan suap menyuap. Bad sector meluas. Hardisk tak lagi bisa difungsikan.

Tindakan ini tak mengenal sifat toleransi. Sebagaimana bilangan biner yang hanya 0 dan 1, prinsip benar adalah benar dan salah adalah salah menjadi keniscayaan. Nilai menjadi obsolut. Output sesuai input. Jika input 0 outputnya disable. Sebaliknya, input 1 output enable.

Keadaan berbeda jika berpikir toleransi, menganggap bad sector dalam generasi di suatu negara masih bisa diperbaiki. Tesisnya: mental korup seseorang masih bisa dibenahi untuk menjadi mental yang jujur. Namun sulitnya, ketika mental ini tak hanya dimiliki satu atau dua orang, tapi sudah menjadi satu kesatuan generasi yang jumlahnya bisa jutaan, atau puluhan juta, atau bahkan separo dari bagian yang ada.

Keadaan toleransi ini nampak sewaktu ada pengelompokan takaran perbuatan korup seseorang. Yang gamblang juga, masih ada ampunan dalam bentuk pengurangan masa hukuman. Yang menyedihkan dengan adanya toleransi, tak ada satu pun terpidana korup yang di hukum seumur hidup. Mirisnya, korup miliaran hukuman yang dijatuhkan kurang dari dua tahun.

Tak heran jika akhirnya kejahatan korupsi tak berkurang, malah justru bertambah, lantaran masih ada amputasi bagian yang mengalami bad sector. (*)

0 comments:

Posting Komentar