28 April 2012

Vaca: Kata Kunci Guru yang Hebat

Membaca adalah pekerjaan mengartikan kata. Baik itu kata tertulis, maupun kata terucap. Bahkan tersirat. Namun, membaca adalah kata yang boros. Lebih nyaman dengan menanggalkan awalan me-. Karena 'baca' sendiri sudah merupakan kata kerja yang bisa berdiri sendiri. Diserap dari bahasa Sansekerta: 'vaca'.

Mendengarkan percakapan seorang kawan, Kontributor Trans TV dengan anaknya melalui sambungan telepon saya jadi menerka-nerka tentang topik pembicaraan yang mereka perbincangkan. Sekilas, si anak ngotot untuk tak ketinggalan les. Sementara si Bapak ingin anaknya di Bumiayu sana datang ke Blora, obati kerinduan. Wajar, bapak-anak terpisah jarak dan waktu.
"Datanglah hari Selasa," pinta si Bapak.
"(Hari itu aku ada) les," sayup kata lesnya nyampai ke saya punya telinga.
"Gak perlu les. Belajar saja sama (guru) mbah gugel," sahut si Bapak.
Fragmen di atas merupakan penggalan dialog antara anak dengan bapaknya. Bagi saya sendiri, fragmennya tidak menarik. Yang memikat saya untuk membingkainya dalam blogging bahasa kali ini adalah kata belajar.
Saya awali dulu dengan gugel.
Gugel adalah ejaan saya untuk menyebut situs pencarian terpopuler, google.com. Macam-macam panggilan tambahan untuk menyebut search engine yang lebih populer dari kamus ensiklopedi dunia milik Wikepedia. Mulai dari mbah, dan baru-baru ada yang menyebut Paman Gugel. Namun apapun sebutannya, proyek google lebih membumi dibanding Wikipedia. Google dikerjakan dengan semangat kode terbuka, yang belakangan semangat ini tak menjadikan google mengangkangi Android ketika mengakuisi Motorola. Kode terbuka ini yang di pengembang web disebut dengan SEO, akronim dari Search Engine Optimazion.
Dari gugel, kita bisa mencari sesuatu yang menjadi bahan pertanyaan. Namun, saran saya: jangan pernah kesampingkan Wikipedia. Justru akan melengkapi jawaban dari pertanyaan.
Menyambung ke kata 'pertanyaan'.
Bertanya adalah modal seorang wartawan. Bukan lantas wartawan berhak mengklaim atas modal ini sendirian. Seorang peneliti pun akan mengawali pekerjaannya dengan modal ini. Bertanya, juga digunakan seorang guru untuk mendeteksi kemampuan seorang anak didiknya. Kemanakah anak ini diarahkan kelak? Di bidang ilmu sosial? Ataukah di bidang ilmu alam? Mungkin di bidang ilmu bahasa, yang dulu di jaman saya sekolah masuk A4. Sayangnya, bidang ini sepi peminat sehinga kini telah tiada.
Lantas guru akan lebih intensif untuk memperhatikan perkembangan anak. Jawaban akan dicari dari evaluasi-evaluasi. Bulanan, atau per mid semester. Dari sini, guru bisa merumuskan kebijakan arah untuk si anak.
Bertanya juga dipakai untuk guru dalam menguji atau mengetes kemampuan anak. Dari bertanya, guru mencari jawaban dari jawaban pertanyaan. Guru akan bertanya, lulus atau tidak luluskah anak tersebut dari perolehan jawaban-jawaban tes atau ujian yang dijalani. Lalu guru akan merumuskan berapa anak yang lulus dan tidak lulus. Lantas, diprosentasekan birokrasi dalam laporannya.
Berlanjut ke: guru.
Guru bagi saya itu banyak. Orang tua bisa saya jadikan model. Kakak pun demikian. Orang lain, yang sekiranya bisa saya pelajari untuk mencapai taraf hidup lebih baik adalah guru juga. Embah saya yang punya ilmu kesaktian, bisa saya jadikan guru. Itu apabila saya ingin sakti. Namun bila untuk menerima pembagian pelajaran orang lain yang disebar di intenet, saya menjadikan Mbah Gugel sebagai guru saya. Tapi saya akan melekatkan pengarah (direct) dalam guru untuk Mbah Gugel itu. Jadinya: guru pengarah.
Untungnya, dalam kamus saya tidak ada namanya guru bantu, atau guru tidak tetap. Dua guru ini bukanlah frasa. Itu akal-akalan dari sistem yang tidak beres.
Dari 'guru', saya berlajut ke: berguru. Dapat awalan ber-.
Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 2003, kata berguru berarti belajar kepada. Kata ini kurang lengkap. Bagi saya, kata ini adalah kata pecahan. Ini sebutan saya sendiri. Dalam bahasa, ada istilah frasa. Yaitu--masih menurut kamus itu--gabungan dua kata. Saya tambahi sendiri dengan: membentuk satu makna.
Untuk membuat kata yang pecah itu jadi utuh, perlu dilontarkan kalimat pertanyaan: Berguru kepada siapa?
Dalam kamus yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional yang disusun W.J.S Poerwadarminata tersebut, ada percontohan: "sebenarnya bukan guru, tetapi pandai berguru."
Percontohan ini untuk menerangkan arti berguru dengan: berlaku sebagai guru. Bisa saja asumsinya adalah diri sendiri. Sehingga terjemahannya: belajar kepada diri sendiri.
Ini sudah berlanjut ke pengetahuan tentang bahasa.
Saya enggan menyempitkannya dengan mata pelajaran bahasa Indonesia. Karena bagi saya, bahasa adalah rasa dan makna. Rasa tidaklah berbentuk. Tidak bisa diterjemahkan dengan pandangan mata. Pakainya: telinga. Bukan mata!
Kata 'pelajaran'?
Saya tidak suka mendengarnya. Coba rasakan kalimat ini: "Semoga dia dapat memetik pelajaran dari apa yang telah diperbuatnya selama ini."
Negatif bukan?
Saya lantas lebih suka apabila frasa mata pelajaran diganti mata pelajari. Sehingga MGMP jadi kepanjangan dari Musyawarah Guru Mata Pelajari.
Coba rasakan yang ini: "pelajari matematika!"
Bandingkan dengan ini: "pelajaran matimatika."
Selain datar, kata awalannya akhiran -an tidak sebanyak jika menggunakan akhiran -i. Apakah ada kata mempelajaran? Adanya 'mempelajari'. Akhiran -i bisa peroleh 2 awalan: me dan pe. Lebih kaya.
Saya juga suka jika kata dasar 'ajar' hanya mengguna akhiran -an, dan membuang awalan pe-.
Coba cerna perkataan saya: "ajaran phytagoras yang menyatakan bahwa semua hal di alam ini bisa diprediksi dan diukur; menurut saya adalah ajaran yang tidak tepat."
Lalu dengan argumen-argumen, saya akan menunjukan tidak tepatnya di mana, dan buat apa. Saya akan berupaya agar saya diturut (diikuti), selain upaya agar saya mendapatkan petunjuk yang benar tentang ajaran saya.
Ingatkan? Jika terjemahan kata ajar--baik di buku tebal KBBI maupun di http://artikata.com--sama-sama mengandung unsur untuk supaya diketahui (diturut).
Beda keduanya ada di obyek. Di buku tebal KBBI yang saya beli di Gramedia Jayapura beberapa tahun silam seharga ratusan ribu, obyeknya menggunakan kata benda kongkret. Sedangkan di kamus daring, mengguna kata benda abstrak.
Ini di http://artikata.com tentang definisi kata 'ajar' -> petunjuk yg diberikan kpd orang supaya diketahui (diturut).
Sedang ini di buku tebal KBBI saya -> barang apa yang dikatakan kepada orang supaya diketahui (diturut).
Obyeknya adalah petunjuk (di artikata.com) dan barang (di KBBI). Ini adalah kata benda. Lalu membentuk kata benda lainnya berupa: ajaran.
Barang adalah kata benda berwujud. Sementara petunjuk, tak berbentuk wujudnya. Satunya dihitung dengan angka, satunya disebut dengan pembilang. Satunya absolut, satunya relatif.
Agar tak njlimet sampai mengurai teori relativitas Einstein yang filosofinya bisa (jadi) membuat bingung, saya akan mengarah langsung ke kata 'pembelajar' saja.
Awalan pe- yang mempekerjakan belajar membentuk kata benda yang melekat (kata) sifat. Ajar adalah kata benda (noun). Ditambah awalan be-, jadi kata kerja (verb). Ditambah lagi awalan pe-, mengembalikannya lagi jadi kata benda, yang kali ini adalah kata benda orang. Terjemahannya: yang akhirnya memiliki sifat (belajar).
Akhirnya sampai juga di pembelajar.
Pembelajar itu adalah saya, anda, dia, kalian, dan kita. Saya tidak lantas meninggalkan kata pengganti kelompok orang: kami dan mereka. Dua kata pengganti ini konfrontatif. Padahal saya lebih suka menghindar, daripada konfrontasi.
Coba ucapkan ini: "kami pembelajar, mereka bukan."
"Kami pemenang, mereka pecundang."
"Kami benci koruptor, (sedang) mereka biasa-biasa saja."
"Mereka pro kenaikan BBM, kami kontra kenaikan BBM."
Kalimat yang anda ucapkan terakhir itu, berarti sepaham dengan saya tentang perlu tidaknya kenaikan BBM. Berarti anda dan saya adalah satu kelompok. Khusus yang ini, saya menoleransi soal konfrontasi. Setidaknya, dalam bingkai adu pemikiran adu argumentasi. Bukan adu okol.
Daripada sibuk pikirkan BBM, kembali saja ke pembelajar; yang saya mengartikannya dengan sifat yang melekat karena kegemaran (baca: suka sekali) belajar. (*)

1 comments:

pak muliadi mengatakan...

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


Posting Komentar