Suyatmin: Memiliki Keuletan, Keberanian dan Mimpi

Siapa yang menyangka pengusaha meubel yang satu ini hanya mengeyam sekolah SMP saja. Kini ia telah mempekerjakan 30 orang dan memiliki sebuah showroom meubel di Jogja. Ia punya sebuah kunci untuk menuju sukses, yakni: ulet.

SHOW room meubel Jati Barokah itu terletak di Lingkungan Ngawen, RW V Kelurahan Jepon, Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora. Ada 2 Jati Barokah di sana. Satu terletak di deretan show room sebelah barat, dan satu agak ke timur, diantara show room-show room yang lain.

Jati Barokah sebelah barat khusus meubel perabot meja, kursi, lemari dan barang-barang besar lainnya. Sementara yang timur khusus kerajinan-kerajinan kayu. Kadang, beberapa kerajinan seperti vas bunga ditempatkan di show room sebelah barat.

"Satu setengah tahun yang lalu saya membuka show room di Jogja. Tepatnya di Kasongan, Jogja. Di sana memang sentranya kerajinan," kata Suyatmin.

Keputusan ini diambil setelah pasar meubel bubutan di Blora mengalami kelesuan. Tanpa sepengetahuan istrinya, yang juga aktif mengelola meubel yang mereka dirikan.

"Kalau sepengetahuan pasti tak disetujui. Tapi saya harus memberanikan diri untuk terus maju, membuka pasar baru. Karena pasar di Blora kan sudah menthok (buntu), jadi saya harus cari pasar baru, " kata ayah tiga anak ini.

Jogja diambil Suyatmin bukan tanpa perhitungan. Apalagi tempat yang ia pilih merupakan sentra dari kerajinan. Terkenal dengan desa wisata gerabah.

"Saya pernah punya angan-angan membuat show room kerajinan yang besar di Blora ini untuk menampung kerajinan-kerajinan Blora. Sayangnya, belum ada daya tarik penunjang, semisal lokasi wisata untuk memikat orang luar Blora datang. Beda jika di Bali atau Jogja. Yang bisa kita lakukan di Blora barulah memasok barang-barang ke tempat-tempat itu (Bali dan Jogja)," kata lulusan SMP 1 Jepon ini.

Angan dan mimpi bagi Suyatmin memang diperlukan seseorang untuk terus maju menuju kesuksesan. Tapi ia mengingatkan bahwa angan itu perlu diwujudkan dengan kerja nyata dan keuletan.

"Kuncinya adalah keuletan, kerja keras dan ketelatenan (ketekunan)," kata pria kelahiran 6 Desember, 36 tahun silam ini.

Keuletan ini memang telah ditunjukkan Suyatmin sejak puluhan tahun. Ia yang iri dengan teman-temannya yang mampu melanjutkan sekolah, memiliki tekad untuk tak kalah dengan mereka yang bersekolah tinggi. Tekad inilah yang ia tumbuhkan sejak lulus SMP 20 tahun silam.

Bekerja sebagai buruh di salah satu pengusaha meubel di Bojonegoro selepas lulus SMP tahun 1991, Suyatmin muda menyisihkan uang gajinya untuk membeli alat-alat produksi meubel. Sedikit demi sedikit, dengan ketekunannya ia mampu mengumpulkan alat-alat yang ia butuhkan untuk membuat produksi meubel. Alat-alat ini ia beli dan disimpan di rumahnya, di Ngawen, Jepon. Kelak, alat-alat ini ia rakit sendiri untuk siap produksi.

"Selama 6 tahun saya bekerja sebagai buruh di Bojonegoro. Selama itu saya juga belajar bagaimana membuat kerajinan. Awalnya saya hanya bisa mengampelas, lalu meningkat dan meningkat. Disela-sela saya bekerja dan belajar itu, saya menyisihkan uang dari hasil bekerja untuk beli alat-alat," katanya.

Kesadaran Suyatmin untuk bisa mandiri datang dari tekad dan semangatnya yang kuat. Tekad yang muncul ketika orang tuanya tak sanggup menyekolahkan ia sampai ke jenjang tinggi. Tekad inilah yang sanggup menggerakkannya untuk bekerja dengan tekun.

"Ketika hari ini saya pamit keluar dari tempat bekerja, besok saya sudah siap untuk bekerja sendiri," ujarnya.
Awal produksi sendiri bukan lantas ia lalui semudah yang dibayangkan. Bermodal alat produksi, sedikit bahan baku dan tekad, tanpa modal uang besar, mulai 1996 ia akan menjalankan usahanya. "Boleh dibilang usaha saya ini tanpa modal uang," kata pemilik Jati Barokah ini.

Awal produksi, barang yang ia hasilkan adalah vas bunga. Ia tawarkan ke beberapa show room yang ada di Cepu. "Seperti halnya sales, saya lakoni untuk menawarkan barang produksi saya. Banyak yang menolak. Lalu ada satu show room yang sangat concern dengan quality control. Di situ saya tertantang untuk bisa masuk ke sana. Saya harus membuat barang dengan kualitas bagus untuk bisa masuk ke sana. Apalagi sistem pembayaran toko itu sangat bagus. Alhamdulillah, akhirnya barang produksi saya mereka terima, dengan harga yang selisih sedikit dengan barang-barang yang telah masuk duluan."

Tak puas dengan hasil awal, Suyatmin mulai berpikir untuk melakukan inovasi.

"Saya harus membuat barang yang orang lain belum membuatnya, dan berbeda dari yang telah ada di pasaran," katanya.

Lantas iapun mulai membuat vas bunga dengan inovasi yang unik. Pasar pun menyambut dengan bagus. "Lalu produksi saya berkembang dengan membuat barang-barang kerajinan yang lain. Sebagian saya desain sendiri, sebagian pelanggan yang mendesaian, dan sebagian lagi desain dari orang lain saya kembangkan."

Kini usaha mandiri yang ia lakoni sejak 14 tahun silam telah mampu menyerap 30 orang pekerja. Itu pun belum termasuk sub-sub pekerjaan yang ia berikan ke beberapa pengrajin yang ada di Desa Kemiri maupun Turi, Kecamatan Jepon.

"Saya sekarang tengah berpikir untuk membuka kran baru," katanya.

Yang Suyatmin maksudkan adalah membuka usaha di bidang lain. Apalagi banyak bank-bank yang menawarkan pembiayaan ke dirinya. "Tapi semua kembali ke hitung-hitungan. Menguntungkan atau tidak," tutupnya. (*)

Artikel ini sebelumnya saya publish di http://wartablora.com pada 2012